Tiap hari, puluhan turis asing terlihat lalu lalang di Pasar Badung atau Pasar Kumbasari , pasar tradisional terbesar di Bali ini. Di
pasar, mereka jalan-jalan dari lantai 1 sampai lantai IV, tempat teratas di
gedung pasar di mana kita bisa melihat pemandangan pusat kota Denpasar, baik
yang datang dengan mobil pariwisata atau sewa mobil atau kendaraan sewa.
Lantai 1 adalah tempat penjualan sayur, daging, ikan, dan kebutuhan pangan lainnya.
Sementara di lantai 2, menjual bahan mentah yang kering seperti beras,
bumbu-bumbuan, rempah, perabotan masak, dan lainnya. Sementara di lantai 3, ada
penjual baju, keperluan upacara agama, dan makanan jadi.Lantai 4 adalah kantor
pengelola pasar dan aula untuk tempat penyuluhan seperti kesehatan reproduksi
bagi pedagang.
Para turis terlihat tertarik dengan aktivitas para perempuan
pedagang pasar yang berjualan aneka kebutuhan warga. Di luar itu, pasar tradisional adalah wajah
masyarakat asli. Selain pusat ekonomi, pasar tradisional adalah interaksi
social warganya.
Ni Ketut Mulyani, adalah salah satu pemandu yang selalu
siaga menunggu turis datang di lobi pasar. Mulyani standby di lobi utama pasar
lantai 2. Ia dan sejumlah perempuan pemandu lainnya, akrab dipanggil “carry”.
“Sebutan carry itu sudah sejak dulu. Mungkin karena dulu
kami sering nawarin tamu, carry sir, carry sir,” kata Mulyani sambil tertawa
bersama temannya. Para perempuan pemandu tak resmi di Pasar Badung ini memang
sebagian besar adalah mantan buruh junjung atau tukang suun dalam bahasa Bali.
Mereka menawarkan jasa angkut barang sambil menemani pembeli
keliling pasar. Bermodalkan keranjang dari anyaman kayu bamboo yang kuat, buruh
angkut ini mudah sekali ditemukan. Bahkan, lima tahun terakhir ini, buruh
angkut anak-anak perempuan makin banyak.
Awalnya mereka menawarkan jasa angkut pada pembeli dan turis
yang lewat. Kemudian, setelah makin banyak turis, secara perlahan mereka focus
untuk memandu turis melihat dan jalan-jalan di pasar.
“Belajar bahasa Inggris seadanya saja, asalkan turis
mengerti. Belajar dari sesama teman di sini,” kata perempuan usia 30an ini.
Walau jumlah carry cukup banyak, tidak ada rebutan untuk
memandu turis. Mereka sudah membuat kesepakatan lisan soal antrean memandu dan
pembagian wilayahnya. Upah yang diterima sesuai pemberian turis dan kadang
mendapat tips dari pedagang yang produknya dibeli turis. Anda bisa menolak
dipandu carry jika sudah bawa guide sendiri.
Sedikitnya ada empat lokasi pusat para carry ini nongkrong
menunggu turis turun dari kendaraannya. Pertama, yang terbanyak ada di lobi
pasar lantai 2. Mereka punya bagian para turis yang parkir di halaman parkir
dalam pasar.
Lokasi kedua, di pinggir jalan Gajah Mada. Berikutnya ada
kelompok carry di Pasar Kumbasari, pasar seni seberang Pasar Badung. Ada juga
kelompok carry di Jl Sulawesi, pusat penjualan bahan tekstil di sekitar pasar.
Jika sudah ada carry yang handel turis, carry lain tidak boleh merebutnya.
Sebelum Pasar Badung terkenal, sebelumnya ada Pasar Payuk. Pasar Payuk ini
di bawah kekuasaan Kabupaten Badung, sebelum daerah ini dipecah menjadi
Kabupaten Badung dan Kota Denpasar.
Sesuai dengan namanya, Peken Payuk adalah pasar tradisional tempat orang
menjual dan membeli alat-alat dapur seperti periuk, panci, coblong, dan
jual-beli belanjaan dapur seperi bawang, daging dan sayur; ayam, bebek, dan
telur. Juga buah-buahan dan janur.
Peken Payuk dirombak menjadi Pasar Kumbasari, diubah menjadi pasar modern
untuk mengangkat kadar modernitas kota. Sesuai prasasati, Pertokoan Kumbasari
mulai hadir pada 22 Maret 1978. Sejak diresmikan berarti kini sudah 34 tahun
usia Pasar Kumbasari. Dua pasar ini, Kumbasari dan Badung dipisahkan Sungai
Badung.
Tips , Untuk bepergian wisata ke Pasar Badung atau Pasar Kumbasari
dapat sewa mobil di Bali dengan harga yang bervariasi , sewa mobil dengan sopir atau sewa mobil self
driving atau setir sendiri.
Mau tau harga sewa mobil di bali ? kunjungi disini
Mau tau harga sewa mobil di bali ? kunjungi disini
No comments:
Post a Comment