Showing posts with label wisata bali. Show all posts
Showing posts with label wisata bali. Show all posts

Pemandian Air Panas Banjar Singaraja




Air Panas Banjar
Setelah berjalan-jalan keliling tempat wisata di Singaraja atau Bali terutama dengan sewa mobil di Bali , tentu saja tubuh akan terasa lelah. Kalau sudah begitu, apalagi yang lebih menyenangkan daripada berendam sejenak dalam buaian air panas untuk membuat tubuh terasa bugar kembali?

Rujak Bali, Cita Rasa Buah


Banyak cara mengolah buah, seperti banyak juga cara ke menuju Roma. Semuanya jelas demi kenikmatan baru dalam menikmati buah. Buah biasa dijadikan jus, salad, ataupun dimakan langsung tanpa diolah lagi. Di Bali, buah biasa diolah menjadi rujak, sebuah makanan berbahan dasar buah dengan bumbu pedas atau manis.

Kalau kita berjalan-jalan dengan sewa mobil di Bali, masih banyak bisa ditemui warung-warung pedagang rujak berjajar di pinggir jalan. Salah satu ciri khasnya adalah adanya ulekan di warung tersebut. Rujak diolah dengan menambahkan bumbu pada buah-buahan tersebut. Buahnya pun beragam, namun yang biasa ditemui mangga muda, pepaya muda, nenas, dan timun.

Dokar , Akankah jadi Masa Lalu?


Pemandangan turis naik dokar masih terlihat di kawasan Kuta tapi amat jarang dijumpai,.padat oleh arus mobil baik wisatawan dengan sewa mobil di Bali maupun mobil pariwisata , Sementara di Denpasar, bisa dihitung dengan jari jumlah dokar yang mangkal dengan pelanggannya yang setia. Suara lecutan pecut adalah pemandangan langka saat ini di tengah pikuk kendaraan bermotor.

Angkutan tradisional Bali  ini merupakan alat transportasi vital pada tahun 1960an. Jumlahnya lumayan banyak. “Dulu pangkalan dokarnya di Suci,” ujar Nengah Purna, salah satu kusir menyebut kawasan perdagangan di Denpasar zaman dahulu. Dia telah bekerja sejak 1963. Kini, perlahan-lahan jumlah dokar di Denpasar bisa dihitung dengan jari. “Jumlahnya sekitar 25an kira-kira,” tambahnya.

Menurut penuturan Nengah Purna, di era itu belum ada kendaraan secanggih sekarang sehingga dokar menjadi primadona.

Di usianya yang telah berkepala tujuh, Nengah Purna mengaku bangga dengan pekerjaannya sebagai kusir dokar dulu. Dia punya tiga anak. Semua bisa sekolah hingga kuliah. Didampingi istri yang bekerja sebagai pedagang sayur, Nengah Purna yang memilih merantau ke Denpasar bertekad untuk memberi kehidupan lebih layak bagi anak-anaknya.

Romantisme Nengah Purna akan kebanggan masa lalunya sebagai kusir dokar membangkitkan pertanyaan, tidakkah ada selain pemerintah, semacam kelompok yang mengkoordinir ataupun aktif dalam mengurus persoalan-persoalan dokar di Denpasar. Bukankah Denpasar memiliki Perdoden; Persatuan Dokar Denpasar.

Perdoden. Nama itu sempat terbersit ketika Nengah Purna menceritakan keluh kesahnya mengenai nasib dokar kini. “Sekarang sudah mati,” ujarnya dengan suara samar. Dia menyambung lagi.
Dulu, biasanya Perdoden membuat baju kaos berlabel Perdoden di belakanganya. Maka, kusir-kusir dokar anggota Perdoden mudah dikenali. “Sekarang sudah tidak ada yang memakai kaos Perdoden. Sudah dari lama,” terangnya.

Nengah Purna yang juga anggota Perdoden tak ingat betul sejarah, kegiatan dan hal-hal lain tentang Perdoden. Seingatnya, Perdoden ini wadah untuk mengatur keberadaan dokar-dokar di Denpasar. Hal senada diungkapkan Aridus Jiro, salah seorang tokoh masyarakat Denpasar. “Tugasnya, ya, mengatur internal organisasi mereka,” terang Aridus.

Mengapa Perdoden tidak terdengar lagi gaungnya? Apakah lantaran jumlah dokar kian menciut dan anggotanya perlahan-lahan mulai beralih pekerjaan? Atau karena dokar kian terjepit di antara kepungan kendaraan-kendaraan pribadi lebih canggih?

Kalau dulu dokar-dokar di Denpasar di bawah naungan Perdoden, kini ketika Perdoden tidak ada, apakah kusir-kusir dokar yang masih bertahan, akan menyerah? Nengah Purna, hampir 37 tahun menjadi kusir dokar sejak tahun 1963, masih ingin tetap bertahan meski sesepi apa pun penumpang.

Tiap hari dari pukul 13.00 hingga 18.00 wita, Nengah Purna mangkal di depan Pasar Badung, dekat pura. “Ya kalau tidak ada halangan, seperti upacara adat atau apa, saya usahakan untuk narik,” ujarnya.
Meski jumlah uang yang dibawa pulang hanya sekitar Rp 10.000 hingga Rp 30.000,00 dan kala-kala tertentu bisa berkali lipat dari itu, Nengah Purna tidak menuntut banyak. Terlebih terlampau mengharap uluran tangan pemerintah, menuntut ini itu.

Nengah Purna usaha yang dilakukan pemerintah, terlebih menjadikan dokar sebagai salah satu komponen yang mendukung wisata kota Denpasar. “Ya, pas ulang tahun kota Denpasar dokar-dokarnya dihias, pawai keliling kota”, cerita Nengah Purna.

“Wisatawan kadang ada saja yang naik dokar. Tapi itu sudah jarang sekarang,” jelasnya. Lanjutnya lagi, turis-turis yang datang dan hendak berkeliling berwisata di Kota Denpasar dengan dokar kebanyakan turis-turis Jepang sedangkan turis-turis Eropa dan mancanegara lainnya dinilai jumlah kedatangannya mulai menyusut terlebih pasca bom Bali 12 Oktober, sepuluh tahun lalu.

Nengah Purna dan beberapa kusir dokar yang masih bertahan di sejumlah titik di kota Denpasar semisal di dekat area Pasar Badung, berharap semoga dokar tetap diminati, yang terpenting adalah dilestarikan agar tidak punah.

Mau tau harga sewa mobil di bali ? kunjungi disini

Wisata Pasar Badung dan Pasar Kumbasari


Pasar Badung
Tiap hari, puluhan turis asing terlihat lalu lalang di Pasar Badung atau Pasar Kumbasari , pasar tradisional terbesar di Bali ini. Di pasar, mereka jalan-jalan dari lantai 1 sampai lantai IV, tempat teratas di gedung pasar di mana kita bisa melihat pemandangan pusat kota Denpasar, baik yang datang dengan mobil pariwisata atau sewa mobil atau kendaraan sewa.

Lantai 1 adalah tempat penjualan sayur,  daging, ikan, dan kebutuhan pangan lainnya. Sementara di lantai 2, menjual bahan mentah yang kering seperti beras, bumbu-bumbuan, rempah, perabotan masak, dan lainnya. Sementara di lantai 3, ada penjual baju, keperluan upacara agama, dan makanan jadi.Lantai 4 adalah kantor pengelola pasar dan aula untuk tempat penyuluhan seperti kesehatan reproduksi bagi pedagang.
Para turis terlihat tertarik dengan aktivitas para perempuan pedagang pasar yang berjualan aneka kebutuhan warga.  Di luar itu, pasar tradisional adalah wajah masyarakat asli. Selain pusat ekonomi, pasar tradisional adalah interaksi social warganya.

Ni Ketut Mulyani, adalah salah satu pemandu yang selalu siaga menunggu turis datang di lobi pasar. Mulyani standby di lobi utama pasar lantai 2. Ia dan sejumlah perempuan pemandu lainnya, akrab dipanggil “carry”.
“Sebutan carry itu sudah sejak dulu. Mungkin karena dulu kami sering nawarin tamu, carry sir, carry sir,” kata Mulyani sambil tertawa bersama temannya. Para perempuan pemandu tak resmi di Pasar Badung ini memang sebagian besar adalah mantan buruh junjung atau tukang suun dalam bahasa Bali.
Mereka menawarkan jasa angkut barang sambil menemani pembeli keliling pasar. Bermodalkan keranjang dari anyaman kayu bamboo yang kuat, buruh angkut ini mudah sekali ditemukan. Bahkan, lima tahun terakhir ini, buruh angkut anak-anak perempuan makin banyak.

Awalnya mereka menawarkan jasa angkut pada pembeli dan turis yang lewat. Kemudian, setelah makin banyak turis, secara perlahan mereka focus untuk memandu turis melihat dan jalan-jalan di pasar.
“Belajar bahasa Inggris seadanya saja, asalkan turis mengerti. Belajar dari sesama teman di sini,” kata perempuan usia 30an ini.

Walau jumlah carry cukup banyak, tidak ada rebutan untuk memandu turis. Mereka sudah membuat kesepakatan lisan soal antrean memandu dan pembagian wilayahnya. Upah yang diterima sesuai pemberian turis dan kadang mendapat tips dari pedagang yang produknya dibeli turis. Anda bisa menolak dipandu carry jika sudah bawa guide sendiri.

Sedikitnya ada empat lokasi pusat para carry ini nongkrong menunggu turis turun dari kendaraannya. Pertama, yang terbanyak ada di lobi pasar lantai 2. Mereka punya bagian para turis yang parkir di halaman parkir dalam pasar.

Lokasi kedua, di pinggir jalan Gajah Mada. Berikutnya ada kelompok carry di Pasar Kumbasari, pasar seni seberang Pasar Badung. Ada juga kelompok carry di Jl Sulawesi, pusat penjualan bahan tekstil di sekitar pasar. Jika sudah ada carry yang handel turis, carry lain tidak boleh merebutnya.

Sebelum Pasar Badung terkenal, sebelumnya ada Pasar Payuk. Pasar Payuk ini di bawah kekuasaan Kabupaten Badung, sebelum daerah ini dipecah menjadi Kabupaten Badung dan Kota Denpasar.
Sesuai dengan namanya, Peken Payuk adalah pasar tradisional tempat orang menjual dan membeli alat-alat dapur seperti periuk, panci, coblong, dan jual-beli belanjaan dapur seperi bawang, daging dan sayur; ayam, bebek, dan telur. Juga buah-buahan dan janur.

Peken Payuk dirombak menjadi Pasar Kumbasari, diubah menjadi pasar modern untuk mengangkat kadar modernitas kota. Sesuai prasasati, Pertokoan Kumbasari mulai hadir pada 22 Maret 1978. Sejak diresmikan berarti kini sudah 34 tahun usia Pasar Kumbasari. Dua pasar ini, Kumbasari dan Badung dipisahkan Sungai Badung.

Tips , Untuk bepergian wisata ke Pasar Badung atau Pasar Kumbasari dapat sewa mobil di Bali dengan harga yang bervariasi , sewa mobil dengan sopir atau sewa mobil self driving atau setir sendiri.

Mau tau harga sewa mobil di bali ? kunjungi disini